Laporan Praktikum Fisiologi
                    Kerentanan Hubungan Otot Saraf pada Kurare     




Kelompok D5
Nama
NIM

Albertha Febriani Meta
10 2010 331

Laurensius Raven Kojansow
10 2011 021

Novitalia
10 2011 062

Meryn
10 2011 133

Bodi Eko Febrianto
10 2011 166

Vania Levina
10 2011 259

Paskalia Endosetriani Romas
10 2011 326

Amandus Imnha Tamba
10 2011 363

Elcha
10 2011 406


Tujuan Utama Percobaan
Pada  kesempatan praktikum fisiologi yang kedua yaitu mengenai kerentanan hubungan otot saraf pada kurare, percobaan yang akan dilakukan dalam tiga tahap yaitu percobaan 1, percobaan 2 dan percobaan 3 dimaksudkan dengan harapan untuk dapat mengetahui dan memahami hubungan otot saraf  terhadap kinerja kurare, dapat mengetahui dan memahami letak mekanisme kerja kurare pada otot dan saraf.



Percobaan I
Pengamatan sikap gerakan dan waktu reaksi seekor katak terhadap berbagai rangsang sebelum dan sesudah menyuntikan kurare.
Tujuan
Mengetahui mekanisme kerja dari kurare terhadap gerak dan hubungan otot saraf
Alat dan bahan
1.      Seekor katak
2.      Pelat kaca
3.      Papan fiksasi
4.      0,5cc larutan tuborkurarin 1:1
5.      O,5 cc larutan Atropin 0,01%
6.      1cc larutan prostigmin 1:1
Cara kerja :
1.      Ambilah seekor katak dan letakan dipelat kaca. Perhatiakan kegiatan binatang tersebut (aktif atau pasif). Hitunglah frekuensi pernafasan permenit.
2.      Cobalah menelentangkan katak tersebut beberapa kali diatas papan fiksasi dan perhatikan reaksinya (kembali atau tidak kembali keposisi semula).
3.      Masukian katak kedalam baskom yang berisi air dan perhatikan reaksinya (dapat berenang atau tidak)
4.      Keluarkan katak dari air dan selidikilah refleks-rekleks nosiseptif dengan cara sebagai berikut:
a.       Katak dipegang sedemikian rupa sehingga kedua kaki belakangnya tergantung bebas.
b.      Rangsanlah dengan menjepit salah satu telapak kakinya dengan pinset
c.       Tetapkan waktu reaksinya
5.      Suntikan 0,5cc larutan tuborkurarin 1:1 kedalam kantong linfe iliakal (disebelah os coccygis, dibawah kulit). Dalam waktu 15-20 menit setelah penyuntikan tersebut ulanglah percobaan 1-4 diatas tadi dan perhatika  pelbagai perbedaan sikap reaksinya.
6.      Sebelum pernafasan berhenti sama sekali, suntikanlah kedalam kantong iliakal berturut-turut :
a.       O,5 cc larutan Atropin 0,01%
b.      1cc larutan prostigmin 1:1
7.      Setelah terjadi pemulihan laukan sekali lagi percobaan 1-4 diatas.
Hasil percobaan
Sebelum disuntik tuborkursrin
1.      Reaksi binatang aktif
2.      Pernafasan 72 kali permenit
3.      Katak dapat kembali ke posisi semula
4.      Ketika masukkan katak kedalam waskom, katak dapat berenang seperti biasa
5.      Setelah di rangsang dengan pinset pada kaki katak dalam waktu 3 detik bereaksi dengan cepat.
Disuntik dengan tuborkurare
1.      Reaksi binatang mengalami kelemasan sampai tidak aktif
2.      Pernafasan 50kali permenit
3.      Katak tidak dapat kembali keposisi semula.
4.      Keadaan dalam wakom, katak ngambang
5.      Rangsangan dengan pingset tidak mengalami reaksi

Penyuntikan larutan atropin dan progstigmin
1.      reaksi pada katak pasif
2.      pernafasan 11kali dalam satu menit
3.      tidak dapat kembali keposisi semula
4.      keadaan katak dalam wakom ngambang
5.      rangsangan dengan pingset tidak mengalami reaksi.


Pembahasan
Berdasarkan percobaan didapati bahwa ternyata kerja kurare dalam hubungan otot saraf adalah sebagai penghambat dari respon terhadap ransang yang diberikan berupa jepitan dari pinset serta juga terhadap keadaan objek yaitu katak dalam kondisi berenang, pernafasan dan lain-lainnya.
Hal ini juga didukung oleh referensi bahwa ternyata kurarin telah dipergunakan sebagai racun anak panah sekitar tahun 1596 dan kadang pula digunakan sebagai obat untuk mengatasi kejang-kejang pada tetanus dan digunakan sebagai relaksasi pada pembedahan pada tahun 1912
.
Percobaan 2
Pengaruh Kurare terhadap Suatu Bagian Lengkung Refleks
Tujuan:
Mengetahui dan memahami pengaruh kerja kurare terhadap suatu gerak refleks
Alat dan bahan:
1. Pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul
2. Seekor katak
3. Stimulator induksi + elektoda peransang
4. Larutan tubokurarin 1:1
5. Larutan Ringer
Cara kerja:
1.      Ambil katak laiin dan rusaklah otaknya saja tetapi jangan merusak medulla spinalisnya
2.      Bebaskan n.ischiadius pada paha
3.      Ikatlah seluruh paha kanan kecuali n.ischiadius
4.       Suntikan 0.5cc larutan tubo-kurain 1:1 kedalam kantong limfe depan dengan membuka mulut katak cukup lebar dan menusukkan jarum suntik ke dasar mulut ke arah lateral.
Periksalah pada kaki yang tidak diikat setiap 5 menit berkurangnya refleks nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum. Bila peristiwa tersebut di atas belum terjadi, ulangi suntikna setiap 20 menit.
5.      Rangsanglah ujung jari kaki kanan dengan rangsang feradik yang cukup kuat sehingga terjadi ‘witdrawl reflex’. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.
6.      Rangsanglah ujung jari kaki kiri dengan rangsang feradik yang cukup kuat sehingga terjadi ‘witdrawl reflex’. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.
7.      Bebaskan n.ischiadicus kaki kiri dan dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m.gastrocnemius kanan dan kiri
8.      Tentukan ambang rangsang-buka untuk masing-masing n.ischiadicus
9.      Tentukan ambang-rangsang-buka untuk masing-masing m. Gastrocnemius yang dirangsang secara langsung.

Hasil Percobaan:


Yang terkena curare:
Rangsangan Kanan
10 x 0,1 = 1V ada rangsangan
30 x 0,1 = 3V ada rangsangan
40 x 0,1 = 4V ada rangsangan
50 x 0,1 = 5V ada rangsangan
Rangsangan Kiri
10 x 0,1 = 1V tidak ada rangsangan
30 x 0,1 = 3V tidak ada rangsangan
40 x 0,1 = 4V ada rangsangan
50 x 0,1 = 5V ada rangsangan
Yang tidak terkena curare
Rangsangan Kanan:
10 x 1 = 10V tidak ada rangsangan
20 x 1 = 20V ada rangsangan
30 x 1 = 30V ada rangsangan

Rangsangan Kiri
10 x 1 = 10V tidak ada rangsangan
20 x 1 = 20V tidak ada rangsangan
30 x 1 = 30V ada rangsangan
40 x 1 =40V ada rangsangan






Pembahasan:
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa kerja tubokurarin atau kurare pada katak sebagai yang diujikan adalah setelah 2x penyuntikan curare- baru terjadi kelumpuhan, diberi rangsang langsung/tidak langsung di nervous tidak ada reaksi,dan di neuromuskulo junction tempat dimana curare bekerja dengan baik sehingga melumpuhkan otot relaksasi sehingga rangsangan yg diberikan tidak ada reaksi.



Percobaan 3
 Tempat kerja kurare pada sediaan otot saraf

Tujuan:
 Mengetahui dan memahami tempat kerja kurare pada hubungan otot saraf
Alat dan Bahan:
1. Pelat kaca + papan fiksasi  + beberapa jarum pentul
2.  1 ekor katak
3. Stimulator induksi dan elektroda peransang
4. Larutan Ringer
5. Larutan tubokurarin 1%
Cara Kerja:
1.        Buatlah 2 sediaan otot-saraf (A dan B) dari seekor katak lain dan usahakan agar didapatkan saraf yang sepanjang-panjang nya.
2.        Masukkan otot sediaan A dan saraf sediaan B ke dalam gelas arloji yang berisi ½ cc larutan tubo-kurarin 1%.
3.        Selama menunggu 20 menit basahilah saraf sediaan A dan otot sediaan B dengan larutan Ringer.
4.        Berilah rangsangan dengan arus-buka pada :
a.         Saraf sediaan A
b.         Otot sediaan B
c.         Otot sediaan A
d.        Saraf sediaan B
5.        Tentukan kekuatan rangsang yang digunakan baik untuk sediaan yang memberikan jawaban maupun yang tidak memberikan jawaban.


Hasil Percobaan
Sediaan A : Otot Kurare, Saraf Ringer.
Sediaan B : Otot Ringer, Saraf Kurare
Rangsangan  arus-buka
Sediaan A
Sediaan B
Rangsang Langsung (otot)
0,1 x 40
1 x 10
Rangsang Tidak Langsung (saraf)
10 x 20
1 x 30

Berdasarkan percobaan didapati bahwa kurare ternyata  bekerja pada sambungan antara otot dan syaraf (neuromuscular junction) karena pada sediaan A, neuromuscular junction nya terendam di larutan kurare. Hal tersebut menyebabkan ketika diberikan rangsangan, harus dengan arus yang kuat baru akan merespon, sedangkan di sediaan B dimana neuromuscular junction nya (yang merupakan tempat bekerja kurare)  tidak terendam  kurare, diberikan arus yang sedikit saja sudah dapat merespon. Hal ini menandakan pula bahwa kerja kurare yang merupakan faktor penghambat dapat mempengaruhi besarnya ransang yang diperlukan untuk dapat terjadi respon.



Referensi
Silverthorn DU. Human Physiology.  San Fransisco: Pearson Publishing; 2007.
Guyton AC. Buku teks Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 1981.
Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Jakarta: EGC; 1994.
Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar